TERLETAK di Dusun Jalinan, Desa Kedungan, Kecamatan Pedan, perajin lurik bernama Sumber Sandang adalah pelopor tenun lurik di Pedan, adalah Suhardi Hadi Sumarto yang merintis Sumber Sandang sejak tahun 1938.
Saat ini Sumber Sandang diteruskan oleh anaknya bernama R. Rachmad. “Pada tahun 1938, Bapak belajar tenun ke Textiel Inrichting Bandoeng (sekarang Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil),” jelas Rachmad.
Berkat kemampuan tersebut usaha tenun lurik tersebut berkembang dengan baik dan memiliki banyak karyawan. Tetapi pada tahun 1948 terjadi Agresi Belanda, dan Pedan adalah salah satu wilayah yang terdampak.
Akibatnya semua warga Pedan mengungsi termasuk pegawai Suhardi Hadi Sumarto dan seluruh pegawainya. Diceritakan Rachmad, selama dalam pengungsian tersebut, karyawan Sumber Sandang membeberkan ilmu menenun kepada sesama pengungsi.
Pada tahun 1950 setelah kondisi aman, warga yang mengungsi kembali ke Pedan dan mereka mulai membuka usaha tenun. Mulai saat itu Pedan dikenal sebagai pusat tenun lurik di Klaten.
Pada tahun 1960 Rachmad meneruskan usaha yang dirintis orang tuanya tersebut. Sebelumnya, pria kelahiran tahun 1932 tersebut kuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tetapi hanya bertahan satu tahun dan akhirnya pulang kampung meneruskan usaha keluarga.
Saat ini tenun lurik Pedan memang telah melewati masa jayanya. Gempuran industri tekstil dengan segala infrastruktur modernnya menepikan pamor tenun lurik Pedan.
Meski demikian, sampai saat ini Sumber Sandang masih mampu terus bertahan. Dikatakan Rachmad, terus melakukan invosi dan menghadirkan produk yang beragam menjadi senjata untuk terus bertahan.
“Dengan alat tenun bukan mesin (ATBM), kami tidak hanya memproduksi lurik, tetapi beberapa jenis kain lainnya,” jelas Rachmad.
Saat ini Sumber Sandang juga memproduksi kain tenun khas beberapa daerah seperti Toraja, hingga kain khas Meksiko yang kaya warna. Dan hingga tenun karya Sumber Sandang telah terdistribusi beberapa daerah di Indonesia, bahkan hingga ke Jepang.
“Kami bisa membuat beragam jenis kain. Jadi konsumen bisa memesan jenis kainnya seperti apa, asal membawa contoh bisa kami buatkan,” ujarnya. Tetapi tenun lurik, tetap menjadi andalan dari Sumber Sandang.
Beragam jenis motif lurik, yakni ketan ireng, ketan salak, kijing miring, sodo sak ler, kembang bayem, kembang sembukan, rinding putung, dom kecer (hujan gerimis), tumbar pecah, bisa pengunjung dapatkan di Sumber Sandang.
Kain lurik tersebut bisa anda dapatkan dalam beberapa jenis produk, mulai dari syal seharga Rp.20 ribu hingga kain lurik berbahan baku sutra dengan harga hingga ratusan ribu.
Di Sumber Sandang, pengunjung juga bisa menyaksikan bagaiamana tenun lurik diproduksi dengan cara tradisional. Untuk menghasilkan selembar kain, dibutuhkan proses yang panjang, mulai dari pewarnaan, pemintalan, penyusunan motif, cucuk, hingga penenunan.
Semua proses tersebut masih dilakukan dengan cara manual, dan sebagain besar yang mengerjakan sudah berusia lanjut. “Sulitnya regenerasi pekerja, juga menjadi tantangan kami untuk mempertahankan usaha ini,” pungkas Rachmad. (Tribunjogja.com | Hamim Thohari)